Kamis, 27 September 2012

Kapal Perikanan Indonesia Rawai Tuna (Long line)


Rawai Tuna (Long line)

Rawai tuna atau tuna long line merupakan alat penangkap ikan tuna yang paling efektif. Rawai tuna merupakan ragkaian sejumlah pancing yang dioperasikan sekaligus (Gambar 1). Satu tuna long liner biasanya mengoperasikan 1.000 -2.000 mata pancing untuk sekali turun. Rawai tuna umumnya dioperasikan di laut lepas atau mencapai perairan samudera. Alat tangkap ini bersifat pasif, yaitu menanti umpan dimakan oleh ikan sasaran. Pengoprasian alat ini adalah dengan menurunkan pancing ke perairan, lalu mesin kapal dimatikan sehingga kapal dan alat tangkap akan hanyut mengikuti arus atau disebut drifting. Driftingberlangsung selama kurang lebih 4 – 5 jam, selanjutnya mata pancing diangkat kembali ke atas kapal.
 Gambar 1. Kapal long line

Umpan long line harus bersifat atraktif, misalnya sisik ikan yang mengkilat, tahan di dalam air dan tulang punggung yang kuat. Umpan dalam pengoperasian alat tangkap ini berfungsi sebagai alat pemikat ikan. Jenis umpan yang digunakan umumnya ikan pelagis kecil, seperti lemuru (Sardinella sp.), layang (Decapterussp.), kembung (Rastrelliger sp.) dan bandeng (Chanos chanos).Rawai tuna ini merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan karena bersifat selektif terhadap jenis ikan yang ditangkap. Jenis ikan tangkapan utama berupa ikan tuna dan ikan cakalang merupakan jenis komoditi yang exportable, sehingga pemanfaatan alat tangkap ini semakin meningkat. Dahuri (2001), menyampaikan bahwa potensi tuna dan cakalang di perairan indonesia adalah 780.040 ton. Oleh karena itu, pentingnya pengoperasian alat tangkap rawai tuna dibahas dalam tulisan ini.
Kapal Alat tangkap rawai tuna dioperasikan menggunakan kapal khusus rawai tuna yang memiliki buritan cukup luas untuk pengoperasian rawai menggunakan line hauler. Kapal yang digunakan berukuran yang bervariasi sekitar 30 – 600 GT. Ukuran kapal tersebut menentukan jumlah hari trip penangkapan yang dilakukan.Bahan pembuatan kapal ada yang terbuat dari kayu, FRP dan baja. Bahan kapal juga tergantung kepada ukuran besar kapal. Ukuran kapal lebih dari 150GT umumnya terbuat dari baja.
Alat tangkap rawai pada dasarnya rawai tuna terdiri atas 3 komponen utama, yaitu pelampung rangkaian tali temali dan pancing. Pada pancing dilengkapi dengan umpan berupak ikan utuh jenis pelagis kecil yang disukai ikan tuna. Jumlah pancing yang digunakan berkisar antara 800 – 2000 pancing dengan panjang rentang tali bisa mencapai ratusan kilimeter.
Alat bantu penangkapanAlat bantu yang dipergunakan dalam pengoperasian rawai tuna adalah lampu apung atau radio apung yang berfungsi sebagai pendeteksi keberadaan atau posisi alat tangkap. Selain itu juga umumnya dilengkapi dengan line hauler, line thrower, belt conveyor, penggulung tali cabang dan peralatan oseanografi.
Daerah penangkapan dan daerah penyebaran tuna di perairan Indonesia adalah di Samudera Hindia sebelah Barat Pulau Sumatera, Selatan Pulau Jawa, Laut Timor, Laut Sulawesi, Laut Flores, dan perairan sebelah Utara Papua (Naingolan, 2007). Beberapa kendala yang diamati oleh penulis adalah penentuan lokasi daerah penangkapan yang tepat, penggunaan peralatan tangkap dan peralatan pendukung lainnya, dan penangananan ikan hasil tangkapan.
1.    Penentuan daerah penangkapan ikan yang masih menggunakan metode –metode lama. Perkembangan teknologi menuntut pengusaha atau pun nelayan untuk bersaing dalam upaya penangkapa ikan. Penggunaan teknologi yang terus berkembang mengakibatkan operasi kapal rawai yang belum menggunakan teknologi terbaru susah bersaing dengan kapal rawai yang menggunakan teknologi terbaru. Penggunaan teknologi terbaru akan lebih cepat menentukan daerah penangkapan ikan dan berakibat pada penekanan biaya operasional
2.    Posisi penurunan atau pengangkatan alat tangkap rawai yang umumnya panjang (berkisar antara 800 – 2000 mata pancing panjanynya mencapai ratusan kilometer) menuntut kemampuan dan keterampilan ABK dalam penggunaan peralatan tangkap dan peralatan pendukung lainnya. Kesalahan dalam penurunan dan pengangkatan rawai berakibat pada kecelakaan seperti putusnya tali, tersangkutnya kail, dan lain – lain.
Penanganan ikan hasil tangkapan pada kapal rawai tuna ini umumnya sudah memenuhi standar kualitas penanganan mutu yang diinginkan oleh konsumen. Namun demikian, penanganan ikan pun membutuhkan keterampilan pemilahan ikan dari kail dan penggunaan teknologi yang digunakan untuk menyimpan ikan. Solusi operasional rawai tuna yang efektif dan efisien bukanlah jawaban yang mudah. Namun demikian, penulis mencoba membahas berdasarkan faktor-faktor kendala sebagaimana dijelaskan di atas.Teknologi yang digunakan dalam pemanfaatan sumberdaya tuna disesuaikan dengan sifat dan tingkah laku ikan sasaran. Tuna (Thunnus spp.) dan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan jenis ikan perenang cepat yang bergerombol. Oleh karena itu, alat tangkap ikan menggunakan rawai tuna harus disesuaikan dengan sifat dan tingkah laku ikan yang menjadi tujuan penangkapan.Umumnya tuna dan cakalang dapat tertangkap pada keldalaman 0 – 400 meter. Salinitas perairan yang disukai berkisar 32 – 35 ppt atau di perairan oseanik dan suhu perairan berkisar17 – 31o C.Penentuan daerah penangkapan dengan tepat dapat dilakukan dengan dukungan berbagai informasi dan bantuan teknologi yang terus berkembang selain dengan secara visual langsung di perairan. Penggunaan teknologi saat ini adalah penginderaan jauh kelautan dan hidroakustik yang menentukan daerah penangkapan dengan menganalisis secara fisika kimiawi perairan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar